Harmoni di Kaki Semeru Lumajang: Nyepi Sebagai Perekat Kebhinekaan
Lumajang, monitorjatim.com - Senduro pagi itu perlahan diselimuti kabut tipis. Dari kejauhan, denting lonceng Pura Mandara Giri Semeru Agung memecah keheningan, menandai awal perjalanan spiritual umat Hindu Lumajang dalam menyambut Hari Raya Nyepi.
Di kaki megah Gunung Semeru, perbedaan tak menjadi batas, justru dalam keheningan itu, benih-benih persaudaraan dan kebhinekaan kian tumbuh subur.
Langit Senduro seolah ikut merunduk, memberi ruang bagi umat Hindu untuk menepi dari hiruk-pikuk dunia. Di tengah kesunyian yang sakral, semangat persatuan justru beriak halus, mengalir dari satu hati ke hati lainnya.
Pura Mandara Giri Semeru Agung, yang berdiri megah di dataran tinggi, menjadi pusat spiritual tak hanya bagi umat Hindu, tetapi juga simbol kehidupan beragama yang penuh toleransi di Lumajang. Setiap sudut pura seakan bercerita tentang upaya menjaga harmoni.
Achmad Faisol Syaifullah, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lumajang, dalam sambutannya menggarisbawahi arti penting moderasi beragama. “Lumajang adalah prototipe kampung moderasi beragama. Ini bukan hanya slogan, melainkan nyata dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.
Ia mengajak semua pihak untuk tidak sekadar berhenti pada perayaan, tetapi terus menghidupi nilai-nilai toleransi. Menurutnya, Nyepi adalah refleksi bahwa dalam keheningan, kita menemukan kekuatan sejati untuk membangun persaudaraan.
Wakil Bupati Lumajang, Yudha Adji Kusuma, yang hadir dalam perayaan, juga mengajak masyarakat merenungkan makna universal Nyepi. “Lumajang adalah rumah kita bersama. Dalam keheningan Nyepi, kita diajak memperkuat ikatan sebagai sesama manusia,” tuturnya dalam acara seremonial Dharma Santi Perayaan Nyepi di Pura Mandara Giri Semeru Agung, Sabtu (26/4/2025) malam.
Rangkaian perayaan Nyepi diawali dengan upacara Melasti, sebuah prosesi pembersihan diri dan alam semesta. Umat Hindu membawa pratima suci dari pura menuju sumber air untuk disucikan, diiringi doa dan kidung suci.
Sehari sebelum Nyepi, diadakan Tawur Kesanga. Dalam upacara ini, aneka persembahan disiapkan untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam, guna menolak bala dan membersihkan unsur-unsur negatif.
Malam menjelang Nyepi, suasana di Senduro kian hening. Tak ada lalu lalang kendaraan, tak ada aktivitas di jalanan. Hanya bisikan angin dan getaran doa yang mengisi malam panjang penuh perenungan.
Puncak perayaan ditandai dengan Dharma Shanti, ajang untuk saling memaafkan dan memperkuat ikatan persaudaraan. Tak hanya umat Hindu, perwakilan lintas agama turut hadir dan berbagi doa damai.
Yang menarik, banyak pemuda lintas agama di Lumajang ikut menjadi relawan dalam perayaan ini. Mereka menjaga keamanan, membantu konsumsi, dan memastikan semua rangkaian acara berjalan lancar.
Kebersamaan itu tampak tanpa sekat. Seorang relawan muda, Rifky, mengaku senang bisa terlibat. “Kami belajar bahwa perbedaan itu indah. Di sini, semua saling menghargai,” ujarnya singkat.
Bagi masyarakat Lumajang, Nyepi bukan hanya milik umat Hindu. Ini adalah ruang bersama untuk mengingatkan bahwa damai dimulai dari kesediaan untuk hening, mendengar, dan mengerti.
Di tengah dinamika sosial yang makin kompleks, Lumajang seakan menawarkan cermin, bahwa keberagaman bukan sumber perpecahan, melainkan kekuatan yang bisa mengikat persatuan.
Seorang tokoh masyarakat Senduro, Pak Suraji, menuturkan bahwa tradisi saling menghormati sudah diwariskan sejak lama. “Dulu orang tua kami bilang, kita semua saudara, walau beda keyakinan,” kenangnya.
Gunung Semeru yang kokoh mengawal Senduro seolah menjadi metafora bagi kekuatan komunitasnya. Teguh berdiri di tengah perubahan zaman, tapi tetap memeluk semua dengan kehangatan.
Nyepi di Senduro mengajarkan bahwa dalam keheningan, suara hati menjadi lebih jernih. Dan dari suara hati itulah, harapan untuk Indonesia yang lebih damai dan bersatu terus menyala.
Ketika kabut Senduro perlahan menghilang, satu pesan tersisa dalam diam, kita menemukan kekuatan untuk menjaga kebhinekaan. (Budi).
0 Response to "Harmoni di Kaki Semeru Lumajang: Nyepi Sebagai Perekat Kebhinekaan"
Posting Komentar