Terancam Berhenti Produksi Usaha Pengrajin Bata Merah Di Desa Kebonagung Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang
00.41
Add Comment
Portal Berita Lumajang. 24 Desember 2015. Masyarakat desa Kebonagung yang mata pencahariannya usaha pengrajin bata merah dengan modal pembakaran satu kali dobong (tumpukan) 8.200.000 rupiah. Bata merah yang dibakar berjumlah 30 ribu buah, biaya sekam 1 truck 1.300.000 rupiah yang digunakan setengahnya harganya 650.000 rupiah, Biaya kayu bakar 1 truk senilai Rp 2.350.000 rupiah. Total biaya pembakaran seluruhnya senilai Rp 3 Juta rupiah.
Biaya ongkos cetak bata merah per seribu buah, seharga Rp 70 ribu rupiah dikalikan 30, total ongkos cetak seluruhnya senilai Rp 2.100.000 rupiah. Dengan tenaga kerja sebanyak dua orang termasuk pemiliknya. biaya memasukkan ke dobong 300.000 rupiah ditambah biaya membakar + nyigir / menata 380.000 rupiah. jumlah keseluruhan Rp. 680.000 Rupiah.
Proses pembakaran memakan waktu selama seminggu, kemudian menunggu sampai bata merah tersebut dingin memerlukan waktu selama tujuh hari, baru kemudian dapat dijual.
Harga jual per seribu buah bata merah seharga Rp 350 ribu rupiah dikalikan 30, sehingga jumlah semuanya senilai Rp 10.500.000 rupiah.
Sehingga bila dikalkulasikan dalam sekali periode (prose hingga terjual) didapat laba sebesar Rp 2.300.000 Rupiah dengan rincian hasil penjualan Rp 10,5 juta dikurangi biaya produksi dan ongkos senilai Rp 8.200.000 rupiah.
Biasanya dalam setahun dapat memproduksi sebanyak 3 kali. Demikian ungkap pengrajin bata merah, Muhammad Iksan yang bertempat tinggal di RT 02 RW 05 Desa Kebonagung. Masalah yang dihadapi Muhammad Iksan adalah tanah uruk yang didatangkan dari desa Labruk (suplay tanah uruk).
Biaya angkut tanah tersebut dari desa Labruk satu ret-nya seharga 175 ribu rupiah, beli tanah uruk di desa Labruk dengan harga 125 ribu rupiah, sehingga totalnya sejumlah 300 ribu rupiah. Selain tanah uruk yang didatangkan dari desa Labruk untuk membuat bata merah perlu tambahan campuran tanah liat yang sudah tersedia di desa Kebonagung harga di tempat 250 ribu rupiah. Sehingga bila dijumlah biaya bahan baku didapat sebesar 550 ribu rupiah. 30.000 bata merah = 4 ret x 550.000 = Rp. 2.200.000 (biaya tambahan tanah campur dari Labruk)
Usaha pengrajin bata merah dapat dikategorikan pengrajin dengan hasil minim dalam sekali proses pembakaran atau dobong. Hingga saat ini, usaha pengrajin bata merah tidak dipungut pajak, informasi dari kades Kebonagung, Suhanto. Namun kendala pengangkutan tanah urug yang didatangkan dari desa Labruk, terkendala UU No. 4 Tahun 2009 pasal 158 undang-undang Minerba.
Usaha pengrajin bata merah yang bahan bakunya tanah apa juga diberlakukan sama dengan pasir bangunan yang harga produknya tidak sama. Yaitu ijin tambang galian C yang ijinnya dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Terpadu Provinsi (KP2).
Terkait masalah ijin galian C, redaksi mencoba menemui Suhanto selaku kades Kebonagung terkait masalah yang jadi keluhan masyarakat Kebonagung, yaitu pengangkutan tanah uruk yang didatangkan dari desa Labruk. Keterangan yang kami peroleh dari Kades Kebonagung, Suhanto akan segera melayangkan surat kepada Bupati Lumajang supaya mendapatkan solusi untuk membantu usaha pengrajin bata merah di desanya. Masalah ini juga dialami oleh desa lain yang masyarakatnya juga bermata pencaharian sebagai pengrajin bata merah dan genting. (bud)
0 Response to "Terancam Berhenti Produksi Usaha Pengrajin Bata Merah Di Desa Kebonagung Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang"
Posting Komentar